Sabtu, 24 April 2010

epidemiologi demam thypoid

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Thypoid termasuk penyakit menular endemik yang dapat menyerang banyak orang dan masih merupakan masalah kesehatan di daerah tropis terutama di negara-negara sedang berkembang 1,2.

Di negara berkembang angka kematian akibat demam tifoid berkisar antara 2,3 – 16,8%1. Angka kematian penderita yang dirawat di rumah sakit di Indonesia mengalami penurunan dari 6% pada tahun 1969 menjadi 3,74% pada tahun 1977 dan sebesar 3,4 % pada tahun 19783,4.

Di Indonesia penderita demam tifoid cukup banyak diperkirakan 800 /100.000 penduduk per tahun dan tersebar di mana-mana. Ditemukan hampir sepanjang tahun, tetapi terutama pada musim panas. Demam tifoid dapat ditemukan pada semua umur, tetapi yang paling sering pada anak besar,umur 5- 9 tahun.

Data dari Rumah Sakit Fatmawati (RSF) demam tifoid dan paratifoid termasuk dalam 10 kasus terbanyak morbiditas penyakit rawat inap. Pada tahun 1999 jumlah pasien terkena demam tifoid yang dirawat sebesar 414 orang, tahun 2000 sebesar 452 orang dan 350 orang pada tahun 2001.

Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia seseorang mulai dapat mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau minuman yang dikonsumsi kurang bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam tifoid bila terdapat demam terus menerus lebih dari 1 minggu yang tidak dapat turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan anak baring pasif, nampak pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari.

Makin cepat demam tifoid dapat didiagnosis makin baik. Pengobatan dalam taraf dini akan sangat menguntungkan mengingat mekanisme kerja daya tahan tubuh masih cukup baik dan kuman masih terlokalisasi hanya di beberapa tempat saja.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran epidemiologi pada penyakit demam typhoid

2. Tujuan Khusus

- Mengetahui Pengertian demam typhoid

- Mengetahui perjalanan penyakit demam typoid

- Mengetaui asuhan Keperarawatan demam typhoid

- Mengetahui tahapan pencegahan penyakit demam typhoid.

II. PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Demam Thypoid

1. Definisi

Demam typoid adalah infeksi yang disebabkan oleh salmonella thypi atau salmonella parathyphi A, B dan C. penyakit ini mempunyai tanda yang khas berupa penjalaran yang cepat berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai demam, taksosnia, pembesaran limpa dan erupsi kulit.

Demam typoid adalah suatu penyakit sistemik akut yang berlangsung 3-5 minggu, disebabkan oleh salmonella thypoi yang ditandai demam tinggi, sakit kepala lemah, batuk, spienomegali, gangguan kesadaran, distensi abdomen, feses yang menyerupai sop katang dan leukopeni.

2. Etiologi

Demam tipoid dan demam paratipoid disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella paratyphi C.

3. Tanda dan Gejala

· Pola awal penyakit keluhan dan tanda gejala meliputi:

- Anoreksia
- Rasa malas
- Sakit kepala bagian depan
- Nyeri otot
- Gangguan nyeri perut

Pada minggu ke I keluhannya
- Demam hingga 400C
- Denyut nadi lemah
- Nadi 80-100
kali permenit

Akhir minggu ke I
- Lidah tampak kotor, berkerak, berwarna merah di ujung dan tepi
- Epistaksis
- Tenggorokan kering dan beradang
- Ruam kulit, pada abdomen salah satu sisi tapi tak merasa
- Bercak-bercak selama 3-5 hari lalu hilang sempurna.

• Pada minggu ke II

Demam turun khususnya pagi hari, pasien sakit akut, disorientasi lemas.
• Pada minggu ke III
- Gejala berkurang dan suhu mulai turun
- Terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi karena lepasnya kerak dan ulkus
- Bila keadaan buruk terjadi tanda-tanda delirium
- Otak bergerak terus
- Inkontinentia urine
- Nyeri perut
- Bila nadi ditambah peritonitis maka hal ini menunjukkan terjadi perforasi usus, keringat dingin, sukar bernapas dan denyut nadi lemah, menandakan ada perdarahan.
• Pada minggu ke IV (stadium penyembuhan)
- Merupakan fase penyembuhan bila tidak ada tanda-tanda komplikasi
- Mereda 2-4 minggu
- Malaise tetap ada selama 1-2 bulan.

4. Patogenesisi dan Patofisiologi

Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi melalui makanan dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut. Sebagian bakteri dimusnahkan oleh asam lambung. Bakteri yang dapat melewati lambung akan masuk ke dalam usus, kemudian berkembangbiak.

Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) usus kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M). selanjutnya ke lamina propia. Di dalam lamina propia bakteri berkembang biak dan ditelan oleh sel-sel makrofag kemudian dibawa ke plaques payeri di ilium distal. Selanjutnya Kelenjar getah bening mesenterika. Melalui duktus torsikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik atau tidak menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa diorgan-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk lagi kedalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia kedua yang simtomatik, menimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi sistemik. Didalam hati, bakteri masuk ke dalam kandung empedu. Berkembang biak dan di ekskresikan ke dalam lumen usus melalui cairan empedu. Sebagian dari bakteri ini dikeluarkan melalui feses dan sebagian lainnya menembus usus lagi. Proses yang sama kemudian terjadi lagi, tapi dalam hal ini makrofag telah teraktivasi. Bakteri salmonella thypi yang berada di dalam makrofag yang telah teraktivasi, akan merangsang makrofag menjadi hiperaktif dan melepaskan beberapa mediator (sintokin) yang akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti : demam dan koagulasi, pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi sepsis dan syok septik.

Di dalam plaques payeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperflasia jaringan salmonella typhi di dalam makrofag dapat merangsang reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang dapat menyebabkan hyperplasia dan nekrosis jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah plaques payeri yang mengalami hiperflasia patologis jaringan limpoid ini dapat berkembang ke lapisan otot. Lapisan serosa usus sehingga dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin yang dihasilkan samonella typhi dapat menempel direseptor sel endotel kapiler seluruh organ, sehingga bisa menimbulkan komplikasi kardiovaskuler, gangguan neuropsikiatrik dan gangguan organ lainnya.

5. Komplikasi

1. Komplikasi intestinal.

a. Perdarahan intestinal.

Pada plaques payeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk tukak/luka, jika luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan. Selanjutnya jika luka menembus dinding usus maka perforasi terjadi, apalagi kalau terjadi gangguan koagulasi.

b. Perforasi usus.

Biasa timbul pada minggu ke 3 namun dapat terjadi pula minggu ke 1. gejalanya : mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah menyebar keseluruh perut disertai tanda-tanda ileus.

2. Komplikasi ekstra intestinal.

a.Komplikasi paru dapat terjadi pneumoni, empiema atau pleuritis.
b.Komplikasi hepatobilier pembengkakan hati ringan di jumpai pada 50% penderita
c.Komplikasi kardiovaskuler. Miokarditis terjadi 1-5% penderita, sedangkan kelainan EKG pada 10-15% penderita.

d. Komplikasi neuropsikiatrik. Gejala dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, semikoma/ koma.

6. Tahap Perjalanan Penyakit Thypus

1. Tahap Prepatogenesis

Salmonella thypy masuk melalui mulut, Styphi masuk ke tubuh manusia bersama bahan makanan atau minuman yang tercemar. Cara penyebarannya melalui muntahan, urin, dan kotoran dari penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat (kaki-kaki lalat). Lalat itu mengontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun buah-buahan segar.

2. Tahap Patogenesis

a. Tahap Inkubasi

Salmonella thypy telah masuk ke dalam tubuh, tetapi gejala fisik belum nampak. Masa inkubasi berlangsung pada 7 – 14 hari, umumnya pada 10 – 12 hari.

b. Tahap Penyakit Dini

Demam adalah gejala yang paling konstan di antara semua penampakan klinis. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :

~ anoreksia

~ rasa malas

~ sakit kepala bagian depan

~ nyeri otot

~ lidah kotor

~ gangguan perut (perut meragam dan sakit)

~ kesulitan BAB

c. Tahap Penyakit Lanjut

Ø Minggu Pertama (awal terinfeksi)

Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia (tidak ada / hilangnya selera makan), mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali per menit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Episteksis dapat dialami oleh penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada periode tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash / erupsi (memecah, muncul / menjadi terlihat) pada kulit) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen di salah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola / warna merah pada setiap ruam) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi teraba dan abdomen mengalami distensi.

Ø Minggu Kedua

Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium (halusinasi). Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan. Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi. Gangguan kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi dan lain-lain.

3. Tahap Pascapatogenesis

Ø Minggu Ketiga

Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis (radang peritoneum, yang disebabkan oleh iritasi kimia atau invasi bakteri) lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan telah terjadinya perforasi (penetrasi) usus sedangkan keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid pada minggu ketiga.

Ø Minggu keempat

Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.

Ø Relaps

Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikia juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah,kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut.Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.

7. Factor-faktor penyebab penyakit thypoid

Agen Host

Flowchart: Merge: Segitiga epidemiologiBiologis 1. Biologi

(salmonella typhi) - Daya tahan tubuh

Biological - Gizi buruk

(characteristics) - Keasaman lambung

- Infeksi - Daya tahan usus

- Pathogenesis 2. sosiologi

- Bakteri - Pengetahuan kurang

- Carrier - Kebiasaan makan-makan pedas

- Kurang olahraga dan jajan sembarangan.

Enviorenment

1. Fisik: makanan, minum dan kebersihan

2. Biologis : salmonella typhy

3. Social : ekonomi rendah, gaya hidup

Gambar. Penyebab Trias Epidemiologi.

B. Aplikasi Asuhan Keperawatan dalam Penyakit Thypus

1. Pengkajian

Pengkajian sistem gastrointestinal meliputi riwayat kesehatan serta pemeriksaan fisik komprehensif dimulai dari rongga mulut, abdomen, rektum dan anus pasien. Tujuan tindakan ini untuk mengumpulkan riwayat, pengkajian fisik dan tes diagnostik untuk mengidentifikasi dan mengatasi diagnosa keperawatan dan medis klien. (Monica Ester, 2001).Pada pengkajian penderita dengan kasus typhus abdominalis yang perlu dikaji :

a.Riwayat keperawatan

b.Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran (Suriadi, dkk 2001).

Diagnosa Keperawatan:

a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual dan kembung.

b. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh.

c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran.

d.Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan istirahat total.

e.Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi (Suriadi, dkk, 2001).

2. Perencanaan Keperawatan

Setelah merumuskan diagnosis keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan klien.

a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual dan kembung.

Tujuan : - Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan.

Intervensi :

1) Nilai status nutrisi klien.

2) Izinkan klien untuk makanan yang dapat ditoleransi klien, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan klien meningkat.

3) Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.

4) Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering.

5) Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama.

6) Pertahankan kebersihan mulut klien.

7) Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.

8) Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral. Jika pemberian makan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi klien.

b. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh.

Tujuan : - Mencegah kurangnya volume cairan.

Intervensi :

1) Observasi tanda-tanda vital (suhu tubuh ) paling sedikit setiap empat jam.

2) Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan : turgor tidak elastis, ubun-ubun cekung, produksi urine menurun, membran mukosa kering, bibir pecah-pecah.

3) Observasi dan catat intake dan output dan mempertahankan intake dan output yang adekuat.

4) Monitor dan catat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama.

5) Monitor pemberian cairan intravena melalui intravena setiap jam.

6) Kurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (insensible water loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin atau dengan tepid sponge.

7) Berikan antibiotik sesuai program.

c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kesadaran.

Tujuan : - Mempertahankan fungsi persepsi sensori.

Intervensi :

1) Kaji status neurologis

2) Istirahkan klien hingga suhu dan tanda-tanda vital stabil

3) Hindari aktivitas yang berlebihan.

4) Pantau tanda-tanda vital.

d. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan istirahat total.

Tujuan : - Kebutuhan perawatan diri terpenuhi.

Intervensi :

1) Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien sesuai dengan tugas perkembangan klien.

2) Jelaskan kepada klien dan keluarga aktivitas yang dapat dan tidak dapat dilakukan hingga demam berangsur-angsur turun.

3) Bantu memenuhi kebutuhan dasar klien.

4) Libatkan peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar klien.

e. Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi.

Tujuan : - Mempertahankan suhu dalam batas normal.

Intervensi :

1) Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia.

2) Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan.(Suriadi dkk, 2001).

3. Pelaksanaan / Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Beberapa petunjuk pada implementasi adalah sebagai berikut :

a. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi.

b. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat.

c. Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.

d. Dokumentasi intervensi dan respons klien.(Keliat, Anna Budi, 1999).

4. Evaluasi Keperawatan.

a. Klien menunjukkan tanda – tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi.

b. Klien menunjukkan tanda – tanda terpenuhinya kebutuhan cairan.

c. Klien tidak menunjukkan tanda – tanda penurunan kesadaran yang lebih lanjut.

d. Klien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik dan tingkat perkembangan klien.

e. klien akan menunjukkan tanda – tanda vital dalam batas normal

C. Tingkat-tingkat Pencegahan Penyakit Thypoid

A. Pencegahan penyakit primer ( level 1).

Adalah upaya pencegahan yang dilakuakn saat proses penyakit belum mulai (pada periode prepatogeesis) dengan tujuan agar tidak terjadi proses penyakit. Metode ini dilakukan terhadap seseorang atau kelompok, orang, yang belum mengalami penyakit.

1). Macam-macamnya yaitu:

a. Lingkungan

Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah tertularnya atau terjangkitnay penyakit thyipoid. Hal yang paling mendasar yang harus diperhatikan adalah kebersihan lingkungan, makanan, serta minuman. Pastikan bawha piring serta alat-alat lainnya yang kita gunakan makan dan minum bersih dengan dicuci dengan sabun. Begitu pula manusia sebagai penjamu, sudah selayaknya cuci tangan menggunakan sabun sebelum memasukkan sesuatu kedalam mulut.

b. Kimiawi

Misalnya dengan obat pembasmi serangga untuk membasmi lalat sebagai vector pembawa bakteri salmonella thiposa.

2). Peran perawat terkait dengan metode penyakit primer (level 1)

Melakukan promosi kesehatan, pendidikan kesehatan, maupun penyuluhan terhadap bakal suspect. Pada kesempatan ini perawat memberikan pandangan dan persuasi kepada masyarakat atau komunitas mengenai cara-cara pencegahan lingkungn maupun kimiawi.

Perawat harus memaksimalkan upaya ini sebagai langkah awal agar tidak muncul kasus thypoid pada komunitas perawat juga dapat menekankan mendesaknya pemberian vaksin atau imunisasi. Pemberian pandidkan kesehatan dilakukan pada kelompok masyrakat yang rentang penyakit, misalnya masyrakat yang bermukim diperkampungan kumuh, padat penduduk maupun yang bekerja dan tinggal di gedung atau rumah yang lembab. Metode ini juga sebaiknya diadakan follow up sebagai upaya lanjutan untuk mengecek efektifitasnya.

B. Pencegahan sekunder (level2)

Adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit berlangsung namun belum timbul tanda atau gejala sakit ( patogenesisi awal) dengan tujuan proses penyakit tidak berlanjut. Metode ini dilakukan pada kelompok masyarakat yang dicurigai atau susah mengalami masalah kesehatan agar dapat segera diatasi dengan promp treatment( penatalaksanaan dan pengobatan yang tepat ).

Perawat sebagai case finder dapat melakukan pemeriksaan awal atau dini terhadap seseorang atau kelompok orang yang dicurigai suspect thypoid untuk melakukan diagnosa awal Keperawatan sebelum akhirnya dilakukan pemerikasaan lanjutan atau diagnostic untuk memastikan kondisi pasien sebenarnya. Perawat dapat mengkaji kondisi pasien dengan cara pemerikasaan fisik dan wawancara. Setelah perawat merasa cukup yakin seseorang tersebut menunjukan data-data terjangkin thypoid, maka perawat dapat menyarankan dilakukannya pemerikasaan penunjang. Adapun wawancara yang bisa dilakukan meliputi pertanyaan-pertanyaan tentang adanya nyeri kepala(frontal), kurang enak perut, nyeri tulang, persendian dan otot, berak-berak muntah. Serta gejala-gejala yang mulai timbul seperti gejala demam, nyeri tekan perut, bronchitis, toksisis, letargik, lidah tifus (kotor).

Pemerikasaan penunjang

1. Pemeriksaan darah perifer lengakap

Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.

2. Pemeriksaan uji widal

Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri salmonella tyhpi . uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita demam thypoid. Akibatnya adanya infeksi oleh salmonella thypi maka penderita membuat antibody atau agglutinin yaitu:

a). Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang bersal dari tubuh bakteri.

b). Aglutinin H : karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagella bakteri.

c). Aglutinin VI : karena rngsangan antigen VI yang berasal dari simpai bakter.

Dari ketiga agglutinin tewrsebut hanya agglutinin “O” dan “H” yang digunakan untuk diagnosis demam thypoid.semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita demam thypoid.

C. Pencegahan tersier (level III)

Adalah pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut (akhir periode patogenesis) dengan yujuan mencegah cacat dan mengembalikan penderita ke status sehat. Sehat yang di maksud bukan berarti sehat seperti awal mula sebelum sakit, tetapi hanya sebatas mengembalikan pasien ke kondisi optimalnya. Metode ini dilakukan pada pasien yang sudah mengalami dampak lanjut dari penyakit ini. Seperti yang telah disinggungkan sebelumnya, tujuan metode ini adalah untuk pembatasan kecacatan dan rehabilitas kemampuan.

1. Medikasi

a. Klorafenikol. Dosis yang diberikan adalah 4x 500 mg per hari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas.

b. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg perhari

c. Kortimaksazol. Dosis 2 x2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80mg trimetoprim)

d. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50 – 150 mg / kg BB, selama 2 minggu

e. Sefalosporin generasi ketiga. Dosis 3- 4gr dalam dekstrosa 100 cc, diberika selama setengah jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari.

f. Golongan fluorokuinolon

· Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg / hari selama 14 hari

· Siprofloksasin : dosis 2 x500 mg / hari selama 6 hari

· Ofloksasin : dosis 2 x400 mg / hari selama 7 hari

· Pefloksasin : dosis 1 x 400mg / hari selam 7 hari

· Fleroksasin : dosis 1 x 400mg / hari selam 7 hari

g. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti : tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, shock septic, karena telah terbukti sering ditemukan 2 macam organism dalam kultur daeerah selain kuman salmonella typhi.

2. Supportive dan Rehabilitasi

· Tirahbaring (terlalu banyak berbaring di atas tempat tidur)

· Isolasi yang memadai

· Kebutuhan cairan dan kalori yang cukup

· Diet rendah serat dan mudah dicerna

· Menghindari makanan panas dan kecut.

III. PENUTUP

Kesimpulan

Kasus-kasus deman tipoid terdapat di seluruh bagian dunia. Penyebarannya tidak tergantung iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di daerah yang kebersihan lingkungan dan pribadinya kurang diperhatikan.

Demam thypoid ini disebabkan oleh bakteri Shalmonella thyposa. Demam ini atau yang lebih dikenal dengan penyakit tipus merupakan suatu penyakit pada saluran pencernaan yang sering menyerang anak-anak bahkan juga orang dewasa. Demam thypoid merupakan manifestasi dari adanya infeksi akut pada usus halus yang mengakibatkan gejala sistemik atau menyebabkan enteritis akut.

Demam thypoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai gejala-gejala yang kerap terjadi antara lain seperti suhu tubuh meningkat mencapai 400 C dengan frekuensi nadi relative lambat. Sering adanya nyeri tekan di perut, mual, muntah demam tinggi, sakit kepala, diare yang kadang-kadang bercampur darah dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu juga disertai gejala perut pembesaran limpa dan erupsi kulit.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penularan infeksi Shalmonella meliputi penularan infeksi yang termasuk didalamnya adalah reservoir, sumber dan rute penularan, masa inkubasi dan masa dapat menular, serta pengendalian infeksi aktif dan pencegahan Shalmonellasis.

Daftar Pustaka

“Thypoid Fever “. Di akses dari http:// medikastore.com. Pada tanggal 25 Maret 2010.

http://www.jevuska.com/2008/05/10/demam-tifoid-typhoid-fever

http://davidraja.multiply.com/reviews/item/56/PENGENALAN DEMAM TIFOID

http://one.indoskripsi.com/node/9392/demamtifoid

http://mikrobia.wordpress.com/2008/05/16/salmonella-thyposa//Salmonella thyposa

http://mikrobia.wordpress.com/2008/05/16/salmonella-thyposa/

file:///E:/askep-penyakit-typhus.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar